KUBAH
KARYA AHMAD TOHARI
Karman
sangat canggung dan gamang. Kepada Komandan, Karman membungkuk berlebihan.
Karman mengerti harga dirinya tidak semahal kertas yang dibawanya, dan tidak
semahal ruangan di mana kini ia berada. Ia merasa asing, walaupun Karman sudah
bebas, ia merasa ada pemisah antara dirinya dengan alam sekitarnya. Ia yakin
itu, karena ia tahu bahwa dirinya adalah bekas tahanan politik. Nyatanya sejak
12 tahun lalu, Karman telah kehilangan diri dan pribadinya. Ia selalu merasa
rendah diri. Di bawah pohon beringin di tengah alun-alun Karman istirahat.
Ia membayangkan peristiwa tujuh
tahun yang lalu ketika Karman masih sebagai tahanan. Parta menceraikan istrinya
dan nikah dengan Marni, istri Karman. Pada waktu itu Marni meminta keikhlasan
dan pengertian Karman agar diizinkan untuk menikah lagi dengan Parta. Karman
hanya bisa termenung dan membagi kesusahnnya dengan teman-temannya sebarak.
Tubuh dan jiwanya semakin layu. Ia tergeletak sakit. Ada seorang perwira,
Kapten Somad, yang berusaha mengobati penyakit Karman. Uasha Kapten Somad itu
pada akhirnya membawa hasil. Karman sembuh.
Tahun 1948 terjadi makar tetapi
berhasil digagalkan. Salah seorang dari kader partai ada yang melarikan diri ke
Pegaten. Dia dikenal dengan nama Bung Margo. Di Pegaten dia dan teman-temannya
berusaha menambah anggota baru. Salah satu yang diincar untuk dijadikan anggota
baru ialah Karman. Dengan berbagai cara, akhirnya Karman berhasil dijebak dan
menjadi anggota Partai Komunis.
Bung Margo selalu berusaha menciptakan permusuhan
antara Karman dengan Haji Bakir. Ia berusaha menjauhkan kehidupan Karman dari
Haji Bakir. Semakin hari rasa curiga dan permusuhan di hati Karman terhadap
Haji Bakir semakin bertambah. Apalagi sejak cintanya kepada Rifah ditolak oleh
Haji Bakir. Perasaan curiga, benci, dan permusuhan semakin mengembang di hati
Karman karena memang Karman sendirilah yang mengembangkan. Karman sempat beradu
mulut dengan Hasyim, pamannya sendiri. Karena Karman sudah terpengaruh oleh
hasutan Margo dan Triman. Karman juga sudah melenceng jauh dari agama termasuk
agama Islam. “Hai, Karman! Hanya untuk menjadikan dirimu seperti inikah aku
bersusah payah menyekolahkanmu?”
“Aku
sudah dewasa, Paman. Benar, aku mengaku telah Paman beri biaya. Kalau Paman
menghendaki segala biaya itu kembali, pasti akan kubayar.”
“Laknat...!”
Hasyim bangkit. Badannya menggigil menahan amarah. Keringat di dahi dan di
telapak tangannya. Mata dan seluruh wajahnya merah. “Misalkan aku masih menjadi
Laskar Hisbullah. Misalkan masih ada bedil di tanganku, sebutir peluru cukup
untuk menutup mulut anak durhaka ini.”
Otak
Hasyim telah mengirim perintah ke otot tangan. Tetapi batal pada saat terakhir.
Saat ketika Hasyim teringat: berwasiatlah
dalam kebenaran dan kesabaran.
Memang sudah banyak yang orang ditangkap. Bung Margo
dan orang lainnya sudah dipaksa masuk ke liang kubur. Hanya yang membuat Marni
merasa bersyukur ialah perubahan suaminya. Karman sholat, sesuatu yang telah
lama diidamkannya. Setiap detak jantung Karman adalah kegelisahan. Kalau malam
tiba, Karman bersembunyi di masjid atau di rumah ibunya. Pada suatu saat Karman
berpamitan kepada istrinya. Ia pasrahkan anak-anaknya kepada istrinya. Karman
melarikan diri dan meninggalkan rumah, anak, istri, sekaligus desanya. Polisi
dan tentara melakukan pengejaran terhadapnya. Namun, akhirnya Karman tertangkap
juga.
Pada saat sudah kembali ke desanya Pegaten, Karman
khawatir kalau tidak diterima oleh masyarakat setempat. Namun, masyarakat malah
menyambut dengan sangat antusias karena warga dari desanya sudah kembali dengan
selamat.
Sekarang, Karman sudah berbaur kembali dengan warga
desa Pegaten. Suatu hari, Haji Bakir datang melamarkan cucunya yang bernama
Jabir kepada Tini anak Karman. Pada saat Haji Bakir menyampaikan lamarannya,
Haji Bakir juga memberikan sawahnya satu setengah hektar kepada Tini. Memang,
sawah tersebut dahulu adalah milik kakek Tini.
Pada
suatu saat, masjid Haji Bakir yang telah tua itu diperbaiki kembali. Karman
mendapatkan kesempatan membuat kubah masjid tersebut. Ia tidak mengambil upah
sedikitpun dari pekerjaan itu. Ia hanya ingin mendapatkan kepercayaan
masyarakat yang telah sirna itu. Karman ingin merasa memperoleh martabatnya
sebagai manusia. Dengan kubah itu, Karman merasa memperoleh apa yang
diharapkannya. Selain itu, Karman ingin merintis jalan untuk mendekatkan diri
kepada kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar